Jumat, 28 Oktober 2011
Kamis, 27 Oktober 2011
Kamis, 20 Oktober 2011
Sabtu, 15 Oktober 2011
Kamis, 13 Oktober 2011
Senin, 10 Oktober 2011
Harta dan Kehidupan Membuatku HANCUR
Harta kedua orang tua ku yang begitu melimpah ternyata tidak memberi
berkah buatku. Semuanya ku habiskan begitu saja dijalan yang tidak
benar. Kini, hanya menangis yang bisa aku lakukan ketika segala yang
dulu kupunyai itu telah habis.
Aku anak ketiga dari empat bersaudara. Aku satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku. Tak heran kalau ayah dan ibu begitu memanjakanku dengan harta. Hampir semua permintaanku dipenuhi, bahkan tak ada larangan bagiku untuk menikmati kehidupan yang serba bebas.
Enjoy di lantai disko, menikmati narkoba dan huru-haranya kehidupan kota yang glamor adalah gambaran dari kisah hidupku selama ini.
Naik kelas dua SMU, aku makin sulit terkendali. Ayah yang sibuk dengan usahanya dan ibu yang lebih memperhatikan arisan dan pertemuan tak jelasnya dengan istri-istri pengusaha, membuat segalanya berjalan tanpa hijab. Sebenarnya, sebagai remaja aku juga mulai menyadari betapa yang kujalani ini adalah sesuatu yang tak berguna sama sekali. Namun, aku tidak bisa lepas karena tak ada figur dalam keluargaku yang bisa kujadikan teladan untuk menyadarkanku. Akhirnya, tiga tahun di SMU, tiga tahun pula aku tak pernah tersirami oleh petuah-petuah agama.
Bukan hanya Zul yang mengisi malamku. Lelaki yang kuanggap layak menemaniku tidur, juga bisa menikmati tubuhku. Tak masalah bagiku, tak perlu takut hamil, karena setiap kali berhubungan, kami memang selalu siap dengan segala macam penangkal kehamilan.
Ekonomi keluarga kami mulai goyah. Utang melilit di mana-mana, sampai-sampai rumah, mobil, dan beberapa unit usaha ayah yang dibangun berpuluh-puluh tahun, disita bank. Ibu, setelah depresi berat ditinggal ayah, kini harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Karena guncangan batin yang begitu kuat, beliau harus diisolasi di rumah sakit jiwa. Tiga bersaudara kemudian diambil oleh paman dan nenekku di Surabaya. Sementara aku tinggal bersama bibi di kota ini.
Setelah jatuh dan tak punya apa-apa, perlahan aku mulai ditinggalkan teman-temanku. Mereka tak mau lagi aku menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena dianggap sudah tak punya apa-apa lagi. Dulu saat harta begitu mudah kuhamburkan, mereka berlomba mendekatiku, bahkan memperlakukanku bak ratu.
Rupanya, mereka hanyalah teman dalam suka, namun ketika duka menderaku, mereka menjauh dan enggan melirik. Kini, penyesalan yang kurasakan. Aku baru sadar telah melakukan kesalahan besar. Kuliahku berantakan, masa depanku telah terkoyak oleh banyak lelaki dan aku bukan lagi siapa-siapa.
Sampai saat ini, aku masih tinggal di kotaku, Makassar berharap ada lowongan pekerjaan yang terbuka untukku. Pembaca, kisah ini kuCeritakan agar tak ada yang mengalami nasib sepertiku. Sebelum bencana datang, mungkin ada baiknya sesalilah diri, agar tak terlanjur merana sepertiku.
Mendambakan Kebebasan
Namaku Meli (samaran). Aku sudah mengenal kehidupan malam ketika aku masih bersekolah di SMU di salah satu sekolah swasta di Makassar. Teman-teman pergaulanku adalah anak-anak borju, dari mulai anak pengusaha hingga anak pejabat. Kami semua begitu mendewakan kebebasan dan kesenangan, kehidupan kami begitu bebas nyaris tanpa batas.Aku anak ketiga dari empat bersaudara. Aku satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku. Tak heran kalau ayah dan ibu begitu memanjakanku dengan harta. Hampir semua permintaanku dipenuhi, bahkan tak ada larangan bagiku untuk menikmati kehidupan yang serba bebas.
Enjoy di lantai disko, menikmati narkoba dan huru-haranya kehidupan kota yang glamor adalah gambaran dari kisah hidupku selama ini.
Naik kelas dua SMU, aku makin sulit terkendali. Ayah yang sibuk dengan usahanya dan ibu yang lebih memperhatikan arisan dan pertemuan tak jelasnya dengan istri-istri pengusaha, membuat segalanya berjalan tanpa hijab. Sebenarnya, sebagai remaja aku juga mulai menyadari betapa yang kujalani ini adalah sesuatu yang tak berguna sama sekali. Namun, aku tidak bisa lepas karena tak ada figur dalam keluargaku yang bisa kujadikan teladan untuk menyadarkanku. Akhirnya, tiga tahun di SMU, tiga tahun pula aku tak pernah tersirami oleh petuah-petuah agama.
Seks Bebas dan Drugs
Aku kemudian kuliah di salah satu universitas swasta di kota ini. Setiap langkahku hanya selalu teriring oleh hiruk pikuk kehidupan malam. Narkoba sudah menjadi konsumsi sehari-hariku. Bahkan di usia yang mulai beranjak dewasa, aku tak mampu mempertahankan keperawananku. Zul (samaran), teman dekatku merenggut semuanya. Itupun belum juga aku sadari betapa segalanya telah hancur. Aku tetap enjoy dan malah hubungan seperti itu bukan lagi sesuatu yang tabu bagiku.Bukan hanya Zul yang mengisi malamku. Lelaki yang kuanggap layak menemaniku tidur, juga bisa menikmati tubuhku. Tak masalah bagiku, tak perlu takut hamil, karena setiap kali berhubungan, kami memang selalu siap dengan segala macam penangkal kehamilan.
Awal Kisah Kehancuran Hidupku
Di tahun 2003 yang lalu ayah melakukan ekspansi untuk melebarkan sayap bisnisnya. Inilah awal kiamat yang diderita keluargaku. Rekan bisnis ayah yang warga keturunan, membawa lari modal usaha yang telah ditanamkan ayah, jumlahnya mencapai Rp. 2 miliar. Ayah langsung ampal menerima kenyataan itu. Sebulan terbaring di rumah sakit, ia dipanggil menghadap Tuhan.Ekonomi keluarga kami mulai goyah. Utang melilit di mana-mana, sampai-sampai rumah, mobil, dan beberapa unit usaha ayah yang dibangun berpuluh-puluh tahun, disita bank. Ibu, setelah depresi berat ditinggal ayah, kini harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Karena guncangan batin yang begitu kuat, beliau harus diisolasi di rumah sakit jiwa. Tiga bersaudara kemudian diambil oleh paman dan nenekku di Surabaya. Sementara aku tinggal bersama bibi di kota ini.
Setelah jatuh dan tak punya apa-apa, perlahan aku mulai ditinggalkan teman-temanku. Mereka tak mau lagi aku menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena dianggap sudah tak punya apa-apa lagi. Dulu saat harta begitu mudah kuhamburkan, mereka berlomba mendekatiku, bahkan memperlakukanku bak ratu.
Rupanya, mereka hanyalah teman dalam suka, namun ketika duka menderaku, mereka menjauh dan enggan melirik. Kini, penyesalan yang kurasakan. Aku baru sadar telah melakukan kesalahan besar. Kuliahku berantakan, masa depanku telah terkoyak oleh banyak lelaki dan aku bukan lagi siapa-siapa.
Sampai saat ini, aku masih tinggal di kotaku, Makassar berharap ada lowongan pekerjaan yang terbuka untukku. Pembaca, kisah ini kuCeritakan agar tak ada yang mengalami nasib sepertiku. Sebelum bencana datang, mungkin ada baiknya sesalilah diri, agar tak terlanjur merana sepertiku.
Minggu, 09 Oktober 2011
Kumpulan Puisi
Bingkai kehidupan
Masa demi masa berlalu
sudah
Kemana kaki jalan melangkah
Liku-liku kehidupan mengukir
sejarah
Kini saatnya berpotret
diri
Berbenah dari segala keburukan
Meningkatkan semua kebaikan
Ramadhan sebentar khan
tiba
Kini saatnya tuk membuka
pintu hati
Memaafkan semua kehilafan
Mari kita sambut dengan
gembira
Dengan memperbanyak ibadah
Tuk menggapai tingkatan
taqwa
Derajat tertinggi disisi
khalik
Semoga Allah selalu membimbing
kita
Dan nanti memasukkan kita
dalam surga-Nya
Amiin
Cinta
Ketika
aku datang
Di
dunia pewayangan cinta
Cuma
satu yang aku bawa
Perasaan
kasih di dalam dada
Yang
bisa merubah satu wacana
Menjadi
cerita panjang
Yang
berbelit susah mengambarkannya
Tak
ada alasan lain tentang cinta
Karena
hanya satu yaitu kasih
Kecuali
hanya mengada-ada
Kalau
ada aku tak percaya
Alasan
itu dipaksakan
Dan
akan aku katakan
Sungguh
malang nasib mereka
Karena
tak beda dengan si penjaja
Cinta
adalah rindu
Yang
datang dari dalam kalbu
Bisa
membawa tentram
Dalam
merih kedamaian hidup
Aku Tak
Ragu
Tuhan,
Aku yakin dengan segala
kasih-Mu
Dan aku percaya akan semua
sayang-Mu
Namun mengapa aku ini
???
Selalu tak tahu diri
Apakah ada sesuatu yang
mengunci hatiku ?!
Sehingga aku lupa akan
semua cinta-Mu
Tuhan,
Kau pasti selalu mendekapku
Namun aku tempikkan arti
kehangatan-Mu
Apakah aku insan tak tahu
balas budi ?!
Kurang bersyukur
Selalu mencari dan berharap
yang lebih
Bahkan tanpa terasa dan
tak tersadari
Mungkin aku memohon selain
kepada-Mu
Tuhan,
Andaikan aku selalu bersujud
pada-Mu
Dan bersimpuh di dalam
rumah-Mu
Tentu Engkau mau menerima
tobatku
Namun aku kadang merasa
lain
Karena banyak dosa yang kulakukan
Tuhan,
Aku tahu tangisku tak
berarti bagi-Mu !!
Kini biarlah aku merenungi
semuanya
Dan akan kucari pintu
insyafku
Tapi, aku yakin dan tak
meragukan
Akan semua ampunan-Mu,
Tuhan.
Langganan:
Postingan (Atom)